Jawāb al-Mushkilāt: Respon Ulama Syattariyah terhadap Paham Wujūdīyah
DOI:
https://doi.org/10.33656/manuskripta.v5i1.36Keywords:
Jawāb al-Mushkilāt, Wujūdīyah, sharī‘ah, Sufism, Syattariyah, syariah, tasawufAbstract
Religious discourse that developed in the archipelago around the 17th century AD are colored by the thought of Suësm. One teachings that arises is wujūdīyah, an teachings of Suësm which states that God and nature are one. However, this teachings cause unrest in society and even seen as heretical because there are adherents no longer concerned with the sharī‘ah. The adherents prefer the inner more than the physical, and therefore considered to be inëdels, as was done by Nur al-Din al-Raniri in Aceh. This paper explores alternative answer to the problems in West Sumatra, derived from the Syattariyah Order through Jawāb al-Mushkilāt, a suësm manuscript of Surau Buluah Agam, written in 1891 AD by Sheikh Abdurrahman Bawan, pupil of Shaykh ‘Abd al-Rauf Singkel. Shaykh Abdurrahman take the middle path, not just approve the wujūdīyah teachings, nor radical with regard pagan adherents. He emphasized the aspect of sharī‘ah as an answer to the wujūdīyah teachings.
===
Wacana keagamaan yang berkembang di Nusantara sekitar abad ke-17 M banyak diwarnai oleh pemikiran tasawuf. Salah satu paham
yang muncul adalah wujūdīyah, sebuah paham tasawuf yang menyatakan bahwa Allah dan alam itu ialah satu. Akan tetapi, paham ini menimbulkan keresahan di masyarakat dan bahkan dipandang sesat karena ada penganutnya yang tidak lagi mementingkan syariat. Penganut ini lebih mengutamakan yang batin lebih daripada yang zahir, dan karenanya dianggap kaër, seperti dilakukan oleh Nuruddin al-Raniri di Aceh. Tulisan ini mengetengahkan alternatif jawaban atas permasalahan dari salah satu kelompok tarekat di Sumatera Barat, yakni Tarekat Syattariyah melalui Jawāb al-Mushkilāt (JM), sebuah naskah tasawuf dari Surau Buluah Agam, yang ditulis pada 1891 M. oleh Syekh Abdurrahman Bawan, murid Syekh ‘Abd al-Rauf Singkel. Syekh Abdurrahman mengambil jalan tengah, tidak menyetujui begitu saja paham wujūdīyah, dan tidak pula radikal dengan mengaërkan penganutnya. Ia menekankan aspek syariah sebagai jawaban atas paham wujūdīyah tersebut.
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2015 Manuskripta

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.