https://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/issue/feedManuskripta2025-08-19T04:17:59+00:00Abdullah Maulanijmanuskripta@gmail.comOpen Journal Systems<div>MANUSKRIPTA (<a href="http://u.lipi.go.id/1398609532">ISSN: 2252-5343, e-ISSN: 2355-7605</a>) is a scholarly journal published by the Indonesian Association for Nusantara manuscripts or <a href="http://www.manassa.id/">Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA)</a>. It focuses to publish research-based articles on the study of Indonesian and Southeast Asian (Nusantara) manuscripts.</div> <div> </div> <div>MANUSKRIPTA aims to preserve and explore the diversity of Nusantara manuscripts and communicate their localities to the global academic discourse. The journal spirit is to provide students, researchers, scholars, librarians, collectors, and everyone who is interested in Nusantara manuscripts, information of current research on Nusantara manuscripts. We welcome contributions both in Bahasa and English relating to Indonesian and Southeast Asian (Nusantara). All papers will be peer-reviewed to meet a highest standard of scholarship.</div> <div> </div> <div> <div>MANUSKRIPTA has been accredited by The Ministry of Research and Technology /National Agency for Research and Innovation, Republic of Indonesia as an academic journal (<a href="https://drive.google.com/file/d/1W0VqV7coRMoi_erc_fvvbJMy941wU6k4/view?usp=sharing">Decree No. 148/M/KPT/2020</a>). The Journal has been ranked 3rd in SINTA. </div> </div>https://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/article/view/164Praktik Hukum Modern Bugis Abad XVIII dalam Persidangan Tellumpoccoe Versi Kodeks NBG 1252025-08-19T03:54:22+00:00Muhlis Hadrawimuhlisbugis@yahoo.comCampbell Macknightmacknight@ozemail.com.auKathryn Wellenwellen@kitlv.nl<p>This article delineates a philological examination of the La Maddukkelleng trial case in the NBG 125 manuscript, focusing on the 1763 trial by the Bugis alliance of three kingdoms, Tellumpoccoe. Comparing this trial with the previous one in 1736 highlights the absence of La Maddukkelleng in 1763. The research involves the analysis of the NBG 125 text documenting the trial, including the conversations of three delegations from Bone, Wajo, and Soppeng. The trial process, spanning two months with seven rounds, along with detailed records of the proceedings, serves as the primary source. There were differing opinions between the Bone and Soppeng delegations, accusing La Maddukkelleng of disturbance, while Wajo defended him. Despite the absence of a decision, La Maddukkelleng's role in Wajo's history remains significant as it liberated them from Bone's colonization. This has sparked debates regarding the assessment of La Maddukkelleng's role, reflecting varying interpretations in Bugis history. He was recognized as the 105th National Hero in 1998, underscoring the complexity of perspectives on this historical figure.</p> <p>===</p> <p>Artikel ini menguraikan tinjauan filologi terhadap kasus persidangan La Maddukkelleng dalam naskah NBG 125, fokus pada persidangan tahun 1763 oleh aliansi tiga kerajaan Bugis, Tellumpoccoe. Membandingkan persidangan ini dengan pengadilan sebelumnya pada tahun 1736, menyoroti absennya La Maddukkelleng pada tahun 1763. Penelitian melibatkan analisis teks NBG 125 yang mencatat persidangan, termasuk percakapan tiga delegasi dari Bone, Wajo, dan Soppeng. Proses persidangan yang berlangsung selama dua bulan, dengan tujuh putaran, serta catatan rinci dari proses persidangan, digunakan sebagai sumber utama. Terdapat perbedaan pendapat antara delegasi Bone dan Soppeng yang menuduh La Maddukkelleng sebagai pengacau, sedangkan Wajo mempertahankannya. Meskipun absennya keputusan, peran La Maddukkelleng dalam sejarah Wajo tetap signifikan karena membebaskan mereka dari penjajahan Bone. Ini menyebabkan perdebatan tentang penilaian peran La Maddukkelleng, mencerminkan interpretasi yang berbeda dalam sejarah Bugis. Dia diakui sebagai Pahlawan Nasional ke-105 pada 1998, menggarisbawahi kompleksitas pandangan terhadap tokoh sejarah ini.</p>2023-12-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 Manuskriptahttps://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/article/view/167Peran Yayasan Surya Pringga Dermayu dalam Pelestarian Manuskrip Koleksi Masyarakat Indramayu2025-08-19T04:14:36+00:00Humairotur Rosyiqohrosyiqoh30@gmail.comNurul Hayatinurul.hayati@uinjkt.ac.idLolytasari Lolytasarilolytasari@uinjkt.ac.id<p>Manuscripts, often overlooked by the government and society, hold crucial information, with the Yayasan Surya Pringga Dermayu standing out as a dedicated activist organization in Indramayu, striving to preserve this cultural heritage. This study investigates the organization's preservation efforts and how they navigate challenges. Two main strategies emerge; physical preservation involves conservation activities, cleaning, and storage, while content preservation employs transliteration, recopying, and digitization in collaboration with governmental and international entities. Obstacles include the lack of a set maintenance schedule, limited human resources, and insufficient funding. Mitigation efforts involve periodic maintenance, urging youth involvement, and collaboration with local governments. The Surya Pringga Dermayu foundation serves as a noteworthy example, emphasizing the need for broader societal and governmental recognition of manuscript preservation's importance.</p> <p>===</p> <p>Manuskrip menyimpan informasi penting yang sering kali dianggap kurang mendapat perhatian. Sanggar Aksara Jawa Surya Pringga Dermayu menonjol sebagai organisasi pelestari naskah di Indramayu yang berdedikasi melestarikan warisan budaya ini. Penelitian ini mengeksplorasi upaya pelestarian organisasi dan bagaimana mereka mengatasi tantangan. Terdapat dua strategi utama; pelestarian fisik melibatkan kegiatan konservasi, pembersihan, dan penyimpanan, sementara pelestarian konten melibatkan transliterasi, penyalinan, dan digitalisasi dengan kerjasama lembaga pemerintah dan internasional. Kendala melibatkan jadwal pemeliharaan yang tidak pasti, sumber daya manusia yang terbatas, dan pendanaan yang kurang memadai. Upaya mitigasi melibatkan pemeliharaan berkala, dorongan partisipasi pemuda, dan kerja sama dengan pemerintah setempat. Sanggar Aksara Jawa Surya Pringga Dermayu menjadi contoh nyata, menekankan perlunya pengakuan lebih luas dari masyarakat dan pemerintah akan pentingnya pelestarian manuskrip.</p>2023-12-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Manuskriptahttps://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/article/view/165Kesultanan Aceh di Mata Turki Utsmani Abad XIX: Kajian Atas Naskah Diplomatik Abdurrahman Az-Zahir2025-08-19T04:07:15+00:00Humaira Azzahrahumaira.azzahra@uinjkt.ac.id<p>The relationship between the Aceh Sultanate and Ottoman in the 19th century was motivated by European colonialization. In a threatened state of sovereignty, the Aceh Sultanate mobilized international forces by sending envoys to its allies to establish diplomacy, one of which was to Ottoman. In 1873, Abdurrahman az-Zahir was sent to Ottoman Turkey as a representative of the Aceh Sultanate to ask for support. There is a letter written by him regarding Aceh's request to become a vassal state of Ottoman. This study examines the contents of Abdurrahman az-Zahir's letter as part of the diplomatic letters of the Aceh Sultanate to Ottoman in the 19th century. The letter is currently stored at the Turkish Archives with the code BOA, A. MKT.MHM. 457/55 and no manuscript copy was found. The aims of this study is to reveal the status of the Aceh Sultanate in its relationship with Ottoman in the 19th century. The result of the study shows that the relationship between the Aceh Sultanate and Ottoman in that century was a relationship between two equal countries. The Aceh Sultanate was not a vassal state of Ottoman.</p> <p>===</p> <p>Hubungan Kesultanan Aceh dengan Turki Utsmani pada abad 19 dilatarbelakangi oleh kolonialisasi yang digencarkan Eropa. Dalam kondisi kedaulatan yang terancam, Kesultanan Aceh menggalang kekuatan internasional dengan cara mengirim utusan ke negara-negara sahabat untuk menjalin diplomasi, salah satunya ke Turki Utsmani. Pada tahun 1873, Abdurrahman az-Zahir diutus ke Turki Utsmani sebagai perwakilan Kesultanan Aceh untuk meminta sokongan. Terdapat sepucuk surat yang ditulis olehnya berkenaan dengan permintaan Aceh untuk menjadi negara vasal Turki Utsmani. Penelitian ini mengkaji isi naskah surat Abdurrahman az-Zahir sebagai bagian dari surat diplomatik Kesultanan Aceh ke Turki Utsmani pada abad 19. Surat tersebut kini<br>tersimpan di Badan Arsip Turki dengan kode BOA, A. MKT.MHM. 457/55 dan tidak ditemukan adanya salinan naskah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap relasi Kesultanan Aceh dengan Turki Utsmani pada abad 19. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara Kesultanan Aceh dengan Turki Utsmani pada abad tersebut merupakan hubungan persahabatan dua negara yang setara. Kesultanan Aceh bukan merupakan negara vasal (pengikut) dari Turki Utsmani.</p>2023-12-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Manuskriptahttps://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/article/view/168Surat Perjanjian dan Relasi Kuasa dalam Naskah Peti Kesultanan Ternate 113 A 1/222025-08-19T04:17:59+00:00Ahmad Sulthon Ghozaliinighozali@gmail.comTommy Christomytommy.christomy@ui.ac.id<p>This study analyzes the crate manuscript of 113 A 22/1, one of the collections from Sultan Ternate's archive which contains an agreement with the Dutch colonial government regarding the transfer of 150 Ternate soldiers as reinforcements in 1805. the text frames various ideas around power relations. The research was carried out using a qualitative approach with descriptive methods and data collection through literature study. After the philological stage was carried out to open the contents of the manuscript, the theory of critical discourse analysis (CDA) from Van Dijk and the theory of power from Foucauldian perspective were used in the analysis. The results of this study reveal the existence of the idea of power relations which are built at the micro level in the form of discursive devices (consensus, rhetorical devices, and lexicalization), the superstructure level around the structure of treaty letters, and the macro level around colonial-colonized ideas and the idea of governmentality that has been passing down to local authorities.</p> <p>===</p> <p>Penelitian ini menganalisis naskah peti 113 A 1/22, salah satu koleksi arsip Sultan Ternate yang berisi perjanjian dengan pemerintah kolonial Belanda terkait pemindahan 150 prajurit Ternate sebagai bala bantuan pada tahun 1805. Penelitian dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif dengan metode deskriptif dan pengumpulan data melalui studi pustaka. Setelah dilakukan tahap filologi untuk membuka isi naskah, teori Critical Discourse Analysis (CDA) dari Van Dijk dan teori kuasa dari perspektif Foucault digunakan sebagai teori dan metode dalam analisis. Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya gagasan relasi kuasa yang dibangun dalam level mikro berupa sarana diskursif (konsensus, sarana retorik, dan leksikalisasi), level superstruktur seputar struktur surat perjanjian, dan level makro seputar gagasan penjajah-terjajah dan gagasan mentalitas kepengaturan yang diturunkan ke penguasa lokal.</p>2023-12-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 Manuskriptahttps://manuskripta.manassa.id/index.php/journal/article/view/166Dari Guru-Laghu ke Pedhotan: Upaya Menafsirkan Perubahan Metrum Kakawin Menjadi Sekar Ageng2025-08-19T04:10:57+00:00Naufal Anggito Yudhistiranaufalanggito@yahoo.co.id<p>Sekar ageng or kawi miring is one of the type of Javanese chanted poetry that was arose in the Surakarta-Yogyakarta literature era. This type of poetry is a continuation of the kakawin tradition of Old Javanese literature. However, there is a dark gulf between the emergence of the sekar ageng and the end of the kakawin tradition in Java. This study seeks to reveal the relationship between kakawin and sekar ageng and the transformation of kakawin's poetry prosody into sekar ageng. This study adheres to structuralism which departs from the linguistic aspect. Because this study examines the metre of the poetry that should be chanted, in addition to the linguistic element, it is also associated with the musical element. From this research, it can be seen that sekar ageng was well known in the era of Mataram Islam and was a continuation of the kakawin tradition. The pedhotan element is closely related to the location of the kakawin long syllables. Kakawin syllables are crystallized in musical aspect and syllabic-melismatic syllables in sekar ageng. In terms of sasmitaning tembang, sekar ageng is influenced by the kakawin tradition as well as macapat.</p> <p>===</p> <p>Sekar ageng atau kawi miring adalah salah satu jenis puisi Jawa bertembang yang yang hidup di era kesusastraan Surakarta-Yogyakarta. Jenis puisi ini merupakan kelanjutan tradisi kakawin dari kesusastraan Jawa Kuna. Walau begitu, ada suatu jurang gelap antara kemunculan sekar ageng dan akhir tradisi kakawin di Jawa. Penelitian ini berusaha mengungkapkan hubungan<br>antara kakawin dan sekar ageng serta transformasi prosodi puisi kakawin menjadi sekar ageng. Penelitian ini berpegang pada strukturalisme yang bertolak dari aspek kebahasaan. Oleh sebab penelitian ini mengkaji metrum puisi yang bertembang, maka selain unsur kebahasaan juga mengkaitkan dengan unsur musikalnya. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa sekar ageng sudah dikenal di era Mataram Islam dan merupakan kelanjutan tradisi kakawin. Unsur pedhotan terkait erat dengan letak suku kata panjang kakawin. Panjang-pendek suku kata kakawin terkristalisasi dalam unsur seni suara dan suku kata silabismelismatis yang ada dalam sekar ageng. Dari segi sasmitaning tembang, sekar ageng dipengaruhi tradisi kakawin juga macapat.</p>2023-12-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 Manuskripta