Ma‘rifat al-Nikāḥ: Perspektif Baru Relasi Suami Istri
DOI:
https://doi.org/10.33656/manuskripta.v5i1.28Keywords:
Ma‘rifat al-Nikāḥ, marriage, the relationship between husband and wife, gender, feminism, pernikahan, relasi suami-istri, jender, feminismeAbstract
This article is the result of research on manuscripts Ma‘rifat al-Nikāḥ (MN) of Suaru Buluah Agam, West Sumatra, and Lumajang, East Java. MN offers the concept of marriage by Suësm. It is something different to the concept of marriage according to Islamic jurisprudence in general. In some literature, Islamic marriage law is still considered to be a gender bias. Therefore, MN offers an impartial perspective on gender equality. Marriage, according to this text, is not only the relationship between men and women, but also between body and spirit, between the Alquran and its meaning, and between the servant and the Lord. Thus, marriage is deëned as the union of two different and complementary; not just al-‘aqd li al-tamlīk (contract for ownership), but marriage is a relationship that is built on a readiness, and according to the relationship of husband and wife, willingness to be seen from the female side. During the 17th century until the late 18th century, this was considered a bold and progressive opinion.
===
Artikel merupakan hasil penelitian atas naskah Ma‘rifat al-Nikāḥ (MN) yang berasal dari Suaru Buluah Agam Sumatera Barat dan Lumajang Jawa Timur. MN menawarkan konsep pernikahan berdimensi tasawuf. Hal ini merupakan sesuatu yang berbeda dengan umumnya konsep pernikahan dalam wacana ëkih Islam. Dalam beberapa literatur, ëkih perkawinan masih dipandang bias jender. Oleh karena itu, MN menawarkan perspektif yang lebih berkeadilan jender. Pernikahan dalam teks ini tidak hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara jasad dan ruh, antara Alquran dan maknanya, dan antara hamba dengan Tuhannya. Dengan demikian, pernikahan menurut teks ini dimaknai sebagai penyatuan dua hal dengan dimensi berbeda dan saling melengkapi; bukan sekadar al-‘aqd li al-tamlīk (akad untuk kepemilikan) tetapi sebuah relasi yang dibangun atas dasar kerelaan, dan dalam hubungan suami dan istri, kerelaan harus dilihat dari pihak perempuan. Pada abad ke-17 sampai akhir abad ke-18, hal ini merupakan pandangan yang berani dan progresif.
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2015 Manuskripta

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.